PERTARUNGAN WACANA DALAM REPRESENTASI IDENTITAS KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DALAM IKLAN POLITIK LUAR RUANG PEMILU 2014
Abstract
Menjelang Pemilu 2014, para politisi yang mengejar kursi
kekuasaan di lembaga legistlatif dari tingkat daerah sampai dengan
tingkat pusat berebut simpati audiens. Salah satu media yang paling
banyak dipilih adalah iklan luar ruang, baik dipasang sesuai aturan
maupun yang dipasang dengan melanggar aturan, seperti pemasangan
iklan luar ruang yang dipaku di pohon dan yang dipasang di ruang publik.
Keriuhan komunikasi politik melalui iklan luar ruang ini semakin terasa
di Yogyakarta. Isu keistimewaan Yogyakarta yang sempat menjadi
polemik di sekitar tahun 2010 – 2013 menjadi salah satu isu utama yang
dijual para politisi melalui iklan luar ruang. Berbeda dengan daerah lain
di awal kemerdekaan, di Yogyakarta terbit Amanat dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII yang secara tegas mengatakan
bahwa wilayah Yogyakarta adalah wilayah istimewa dari bagian negara
Indonesia. Beragam wacana yang muncul mengenai pro-kontra
bagaimana bentuk keistimewaan Yogyakarta, akhirnya berujung pada
terbitnya Undang-undang nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan.Setelah adanya undang-undang ini para politisi saling
melakukan klaim wacana mengenai siapa yang paling “istimewa”
mendukung keistimewaan Yogyakarta.Pertarungan wacana yang
melibatkan beragam relasi pengetahuan dan kekuasaan mewarnai iklan
politik yang dipasang politisi di Yogyakarta.Pertarungan yang hanya
terjadi di daerah pemilihan Yogyakarta, tidak ada pertarungan wacara
yang sekeras Yogyakarta dalam isu lokal ini.Politisi Partai Demokrat
menjadi politisi yang paling agresif dalam memasang iklan politik yang
bernuansa kata istimewa, seperti iklan Roy Suryo (caleg nomor urut 1
Partai Demokrat untuk DPR RI) yang memenuhi berbagai titik strategis di
Yogyakarta dengan klaimnya melalui jargon “Jogja Istimewa Asli Tanpa
Rekayasa”. Representasi yang ditampilkan dalam iklan luar ruang politisi
menjelang pemilu 2014 menjadi menarik untuk dikaji dalam penelitian
yang menggunakan metode wacana kritis (critical discourse analysis /
CDA). Metode ini akan melibatkan kajian mengenai apa yang sebenarnya
berada di balik teks iklan politik luar ruang politisi yang dipasang di
Yogyakarta.