dc.description.abstract | Keberadaan kendaraan bermotor yang sangat banyak saat ini menjadikan
kebutuhan Bahan Bakar Minyak meningkat, dengan keberadaan SPBU yang tidak
merata di Kabupaten Sleman, membuat masyarakat berinisiatif untuk melakukan
usaha penjualan BBM eceran, mulai dari yang menggunakan botol sampai saat ini
menggunakan mesin pertamini digital. Mesin pertamini digital yang saat ini
digunakan oleh pelaku usaha belum teruji aman, dan masih merupakan jenis usaha
illegal, karena belum memiliki izin resmi dari pemerintah maupun dari pertamina,
sehingga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Kabupaten Sleman Nomor 7
Tahun 2004 tentang Perizinan di Bidang Usaha Migas. Pokok permasalahan
dalam pembahasan dengan keadaan yang seperti ini bagaimana perlindungan
hukum terhadap hak-hak konsumen yang dicurangi oleh pelaku usaha, dan
bagaimana pengawasan terhadap keberadaan Pertamini Digital. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris kualitatif, penelitian
yang menggunakan studi kasus berupa prilaku masyarakat, dengan menggunakan
teknik wawancara, penelitian pustaka, serta penelitian lapangan. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas memberikan sanksi terhadap pelaku usaha
yang tidak memiliki izin resmi, sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda paling
tinggi Rp50.000.000.000,00. Pelaku usaha yang menjual BBM tidak sesuai
takaran melanggar UUPK pasal 8 ayat (1). Sampai saat ini Pemerintah belum
melakukan pengawasan yang optimal terhadap pertamini digital. | en_US |