dc.description | Due process of law adalah salah satu asas yang dijunjung tinggi oleh
negara hukum, prinsip ini mengedepankan ketaatan hukum, prosedur yang jelas,
adil dan jujur terutama dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka. Dalam
penulisan ini rumusan masalahnya adalah 1).Bagaimanakah kesesuaian asas due
process of law dalam penetapan tersangka berdasarkan minimal duat alat bukti di
Kepolisian? 2).Bagaimana akibat hukum apabila terjadi penetapan Tersangka
yang tidak sesuai dengan asas due process of law?.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deduktif yaitu dengan
mengumpulkan data-data dan fakta-fakta secara umum untuk memperoleh faktafakta
secara khusus yang menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Cara
mendapatkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara kepada
narasumber terkait dan studi kepustakaan, sehingga tipe dalam penelitian ini yaitu
hukum normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penetapan tersangka berdasarkan
dua alat bukti dikepolisian sudah sesuai dengan asas due process of law yaitu
penerapan dua alat bukti sudah sejak dulu diterapkan oleh pihak kepolisian untuk
menetapkan seseorang menjadi tersangka. Terhadap akibat hukum penetapan
tersangka yang tidak sesuai dengan due process of law telah dilindungi lembaga
praperadilan, perluasan objek praperpadilan guna memperhatikan sisi keadilan
bagi tersangka. Disamping itu terhadap putusan praperadilan yang mengabulkan
permohonan tersangka tidak bertentangan dengan asas bahwa tidak seorangpun
yang boleh dituntut dua kali untuk perbuatan yang sama (ne bis in idem), penyidik
tetap dapat menetapkan tersangka dengan dua alat bukti yang baru.
Hasil kesimpulan yang didapatkan yaitu Penyidik kepolisian diharapkan
patuh dengan putusan Mahkamah Konsitusi dalam menetapkan seseorang menjadi
tersangka berdasarkan dua alat bukti yang sesuai 184 KUHAP, kehati-hatian
kepolisan harus senantiasa diutamakan karena tersangka dapat mengajukan
permohonan praperadilan apabila dalam proses penetapan tersangka adanya
prosedur yang dilanggar oleh penyidik. Dan untuk pengaturan KUHAP perlu
adanya pembahasan RUUKUHAP agar mengatur terkait pengaturan tersangka
dan kewenangan lembaga praperadilan | en_US |